Peran Strategis TIK untuk Pendidikan

A. Peran Strategis TIK untuk Pendidikan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pemanfaatan TIK dalam pendidikan melalui Pendidikan Jarak Jauh  bahwa (1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler, (3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Jadi sistem pendidikan jarak jauh telah menjadi suatu inovasi yang berarti dalam dunia pendidikan nasional. Sistem pendidikan jarak jauh yang dimulai dengan generasi pertama korespondensi (cetak), generasi kedua multimedia (Audio, VCD, DVD), generasi ketiga pembelajaran jarak jauh (telekonferensi/TVe), generasi keempat pembelajaran fleksibel (multimedia interaktif) dan generasi kelima e-Learning (web based course), akhirnya generasi keenam pembelajaran mobile (koneksi nirkabel/www).

Seperti tercantum secara eksplisit dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 2009, terlihat jelas bahwa TIK memainkan peran penting dalam menunjang tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, yaitu:(1) perluasan dan pemerataan akses; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, akuntabel, murah, merata dan terjangkau rakyat banyak.
Dalam Renstra Depdiknas 2005 2009 dinyatakan peran strategis TIK untuk pilar pertama, yaitu perluasan dan pemerataan akses pendidikan, diprioritaskan sebagai media pembelajaran jarak jauh. Sedangkan untuk pilar kedua, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, peran TIK diprioritaskan untuk penerapan dalam pendidikan/proses pembelajaran. Terakhir, untuk penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik,  peran TIK diprioritaskan untuk sistem informasi manajemen secara terintegrasi.
B. Prinsip Dasar
Prinsip E-learning Dalam melakukan pembelajaran berbasis e-learning ada beberapa prinsip yang penting untuk diperhatikan. Munir (2009: 201) menyebutkan prinsip tersebut Jurnal Ummul Qura Vol VI, No 2, September 2015 26 antara lain: pertama, e-learning sebagai alat bantu proses pembelajaran, diharapkan bisa menyelesaikan masalah, menghasilkan kreatifitas, membuat proses pembelajaran lebih mudah, terarah dan bermakna. Ke dua, e-learning juga merupakan sebuah alternatif dalam sistem pendidikan yang memiliki prinsip hightech-high-touch yaitu prosesnya lebih banyak bergantung kepada teknologi canggih dan yang lebih penting adalah aspek high-touch yaitu pengajar dan peserta didik. Oleh karenanya, penggunaan e-learning membutuhkan kesiapan pengajar dan peserta didik, fasilitas dan kultur sistem pembelajaran menjadi prinsip ketiga yang membutuhkan analisis lebih lanjut. Ketiga prinsip tersebut menjadi pedoman dalam menyusun pembelajaran dengan menggunakan e-learning.
 Prinsip-prinsip itu menunjukkan bahwa untuk mendorong pencapaian tujuan pembelajaran secara lebih maksimal, mestinya pembelajaran yang dibuat dengan e-learning tidak disusun sembarangan. Ada etika yang harus dipatuhi, seperti etika penulisan karya ilmiah dalam hal pencantuman referensi atau sumber yang digunakan dalam mengembangkan pembelajaran tersebut, ada tanggung jawab atas materi dan apapun yang diunggah pada e-learning. Pertimbangan penggunaan e-learning juga harus memperhatikan beberapa karakteristik e-learning sebagaimana yang diungkapkan oleh Munir (2009: 170- 171) dan Soekartawi (2003: 8): a) Memanfaatkan jasa teknologi elektronik sehingga dapat memperoleh informasi dan melakukan komunikasi dengan mudah dan cepat, baik antara pengajar dengan peserta didik atau antar peserta didik satu dengan yang lain, b) Memanfaatkan media komputer, seperti jaringan komputer (computer networks atau media digital), c) Menggunakan materi pembelajaran untuk dipelajari secara mandiri (self learning materials),  d) Materi pembelajaran dapat disimpan di komputer, sehingga dapat diakses oleh pengajar dan peserta didik atau siapapun tidak terbatas waktu dan tempat kapan saja dan dimana saja sesuai dengan keperluannya. Jurnal Ummul Qura Vol VI, No 2, September 2015 27,  e) Memanfaatkan komputer untuk proses pembelajaran dan juga untuk mengetahui hasil kemajuan belajar, atau administrasi pendidikan, serta untuk memperoleh informasi yang banyak dari berbagai sumber informasi. (Jurnal Ummul Qura Vol VI, No 2, September 2015 memotivasi belajar dengan menggunakan e-learning pusvyta sari1)
C. Faktor-Faktor Pendukung Teknologi Informasi Dalam Pendidikan
Teknologi informasi yang merupakan bahan pokok dari e-learning itu sendiri berperan dalam menciptakan pelayanan yang cepat, akurat, teratur, akuntabel dan terpecaya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ada beberapa factor yang mempengaruhi teknologi informasi yaitu:
1. Infrastruktur
Maksud dari faktor diatas adalah agar teknologi informasi dapat berkembang dengan pesat, pertama dibutuhkan infrastruktur yang memungkinkan akses informasi di manapun dengan kecepatan yang mencukupi.
2. Sumber Daya Manusia
Faktor SDM menuntut ketersediaan human brain yang menguasai teknologi tinggi.
3. Kebijakan
Faktor kebijakan menuntut adanya kebijakan berskala makro dan mikro yang berpihak pada pengembangan teknologi informasi jangka panjang.
4. Finansial
Faktor finansial membutuhkan adanya sikap positif dari bank dan lembaga keuangan lain untuk menyokong industri teknologi informasi.
5. Konten dan Aplikasi
Faktor konten dan aplikasi menuntut adanya informasi yang disampaikan pada orang, tempat, dan waktu yang tepat serta ketersediaan aplikasi untuk menyampaikan konten tersebut dengan nyaman pada penggunanya.
Bishop G. (1989) meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya. Mason R. (1994) berpendapat bahwa pendidikan mendatang akan lebih ditentukan informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia, dalam pendidikan secara bertahap menggantikan TV dan Video. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan, maka pada saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya, semuanya itu sudah dapat dilakukan (Haryanto, Edy. (2008). Teknologi Informasi dan Komunikasi: Konsep dan Perkembangannya.Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Sebagai Media Pembelajaran)
Peranan TIK dalam dunia pendidikan mempunyai pengaruh yang luar biasa besar.Sistem pengajaran berbasi multimedia (teknologi yang melibatkan teks, gambar, suara, dan video) mampu membuat penyajian suatu topik bahasan menjadi menarik, tidak monoton dan mudah untuk dicerna. Seorang murid atau mahasiswa dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan komputer yang dilengkapi program yang berbasis multimedia. Selain itu dengan munculnya internet yang mempermudah dalam mencari , membuat, dan membantu menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan tugas dengan sangat mudah dan cepat. Nyatanya tak hanya kalangan mahasiswa dan murid di sekolahan yang menggunakan tetapi masyarakat pun ikut serta dalam pemanfaatan internet.
Peran yang sangat penting dan strategis ini sebagai pusat belajar, pusat budaya, dan pusat peradaban menuntut lembaga-lembaga pendidikan untuk dapat mengembangkan aktivitas pembelajaran yang jelas dan daya jangkau yang luas. Menurut penelusuran UNESCO (2013), ada lima manfaat yang dapat diraih melalui penerapan ICT dalam sistem pendidikan:
1. mempermudah dan memperluas akses terhadap pendidikan
2. meningkatkan kesetaraan pendidikan (equity in education);
3. meningkatkan mutu pembelajaran (the delivery of quality learning and teaching);
4. meningkatkan profesionalisme guru (teachersprofessional development);
5. meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen, tata kelola, dan administrasi pendidikan.
Mengetahui dan menyadari besarnya manfaat ICT bagi dunia pendidikan, para ahli UNESCO menganjurkan agar semua negara, khususnya negara-negara berkembang, meningkatkan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk mengelaborasi ICT dalam berbagai kebijakan, strategi, dan aktivitas pendidikan. Untuk tujuan tersebut, secara khusus mereka telah meminta UNESCO membangun Institute for Information Technologies in Education (IITE) di Moscow. Tujuan utama dari lembaga ini adalah untuk mendorong dan mempromosikan pertukaran informasi (information exchange) serta menggalakkan berbagai riset dan pelatihan yang terkait dengan integrasi ICT dalam sistem pelayanan pendidikan.
D. Tahap Memperluas Implementasi Sistem Di Sekolah-Sekolah.
Seiring dengan diterapkannya kebijakan otonomi daerah, pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah juga mengalami perubahan mendasar melalui gagasan penerapan pendekatan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang dianggap sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Pendekatan ini memberi peran yang lebih luas kepada sekolah. Dengan kata lain, pendekatan ini memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah sehingga manajemen sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Untuk itu, MBS bertujuan untuk meningkatkan semua kinerja sekolah (efektivitas, kualitas/mutu, efisiensi, inovasi, relevansi, dan pemerataan serta akses pendidikan dalam rangka peningkatan mutu Untuk mewujudkan tujuan tersebut di atas, penerapan ICT perlu dipertimbangkan untuk membantu pelaksanaan manajemen sekolah yang lebih efektif dan efisien.
Uraian di atas menunjukkan bahwa penerapan ICT di sekolah merupakan solusi yang paling tepat untuk menunjang peningkatan mutu sekolah termasuk keberhasilan penerapan Kurikulum 2013 yang telah dicanangkan dan pencapaian standar nasional pendidikan. Dengan pemanfaatan ICT, tenaga kependidikan dan stakeholders lainnya dapat meningkatkan manajemen sekolah dan aliran informasi yang efisien untuk mendukung pencapaian standar nasional pendidikan dan proses desentralisasi pendidikan di Indonesia.
Pemanfaatan tekonologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan mutlak dilakukan untuk menjawab permasalahan di bidang pendidikan terutama akses dan pemerataan serta mutu pendidikan. Kebijakan dan standarisasi mutu pendidikan menjadi pondasi yang harus dibangun untuk mendukung pendidikan berbasis TIK yang efektif dan efisien. Implementasi pendidikan berbasis ICT dapat dilakukan melalui model hybrid (dual system) yang mengkombinasikan pembelajaran klasikal (face 2 face) dengan belajar terbuka dan jarak jauh (on line). Sedangkan pembelajaran berbasis TIK dapat dilaksanakan secara langsung (syncronous learning) dan tidak langsung (asyncronous Learning). Hal ini tergantung dengan kondisi teknologi dan jaringan yang tersedia. Standarisasi dalam pemanfaatan ICT dalam pendidikan sangat penting untuk menjamin mutu proses dan hasil pendidikan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pendidikan berbasis TIK sebagai berikut.
1. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam pendidikan baik di sekolah atau perguruan tinggi menjadi hal mutlak mengingat kondisi permasalahan pendidikan yang makin kompleks. Pendidikan berbasis ICT hanya akan berhasil apabila dikelola dan ditangani dengan terencana, sistematis dan terintegrasi.
2. Perencanaan dalam pemanfaatan ICT dalam pendidikan yang integratif meliputi kebijakan, standarisasi mutu, infrastruktur jaringan dan konten, kesiapan dan kultur SDM pendidikan menjadi penting untuk ditata dan dikelola dengan efektif dan efisien.
3. Penyelenggaraan pendidikan berbasis ICT melalui  pendidikan terbuka dan jarak jauh (e-Learning), membutuhkan dukungan dari semua pihak khususnya pemerintah, swasta serta masyarakat untuk mengalokasikan anggaran dan investasi pendidikan yang memadai.
4. Standarisasi mutu penyelenggaran pendidikan berbasis ICT perlu ditindaklanjuti dengan standarisasi konten untuk menjamin kualitas, aksesibilitas dan akuntabilitas program pendidikan berbasis ICT.
E. Upaya untuk Memajukan Pendidikan dengan ICT
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pemerintah Indonesia telah menggunakan ICT untuk memperluas kesempatan pendidikan, untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan, dan meningkatkan efisiensi sistem pendidikan. Sampai tahun ini, berbagai upaya untuk menggunakan ICT dalam pendidikan antara lain:
1. E-learning
Mulai dari tahun 2002, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Menengah, dan Direktorat Pendidikan sedang mengembangkan e-learning program yang disebut "e-dukasi". Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah menengah dan tingkat sekolah kejuruan melalui penggunaan internet. Pada tahap awal ini, bahan pembelajaran sedang dikembangkan untuk mata pelajaran berikut: Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Elektronika, dan Teknologi Informasi.
2. Kursus Online
Beberapa perguruan tinggi telah memberikan kuliah melalui internet untuk beberapa kursus. Misalnya saja di UPI, di dalam e-learning ada course-course atau kursus online untuk mata kuliah tertentu. Dimana dosen dan murid tidak tatap muka atau menerapkan distance learning.
3. Tutorial Online
Salah satu penggunaan teknologi informasi untuk pendidikan di pendidikan tinggi adalah untuk tujuan tutorial lembaga-lembaga pendidikan jarak jauh.
4. Joint Research
Sebagai media yang menyediakan untuk kolaborasi melalui penggunaan teknologi informasi, penelitian bersama program telah dilakukan.
5. Perpustakaan Elektroni
Saat ini, ada jaringan perpustakaan elektronik yang disebut Bahasa Indonesia Digital Library Network yang merupakan jaringan perpustakaan elektronik dari perpustakaan pusat ITB (Digital Library), yang Pasca Sarjana Studi Perpustakaan ITB, Lembaga Penelitian ITB, Universitas Indonesia Timur Pembangunan proyek (dalam proyek CIDA), Universitas Brawijaya Malang Central Library, Universitas Muhammaddiyah Malang dan The Central Bank Data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta. Indonesia Digital Library Network ini dimaksudkan untuk mendukung upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan perguruan tinggi, untuk meningkatkan pertukaran informasi antar lembaga pendidikan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian di Indonesia.
6. Computer Assisted Instruction (CAI)
Ini adalah off-line program instruksi sehingga tidak tergantung pada akses ke internet. Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) telah mengembangkan instruksi dibantu komputer bahan belajar untuk berbagai subject matter dan kursus. Ini adalah bahan pembelajaran interaktif dimana siswa dapat belajar pada / dirinya sendiri dengan sedikit bantuan dari guru / dosen.
F. Indikator untuk memantau integrasi ICT dalam pendidikan
Sebagaimana telah dipaparkan bahwa integrasi ICT dalam kehidupan saat ini mengubah hubungan kita dengan informasi dan pengetahuan tak terkecuali di bidang pendidikan. Penggunaan TIK menawarkan peluang yang begitu banyak jumlahnya, sehingga dapat mengarah pada pengalaman belajar yang lebih baik dan lebih menarik. Hal ini menjadi tantangan yang siginifikan untuk mengubah apa yang dijanjikan teknologi menjadi kenyataan untuk pembelajaran. Beberapa potensi manfaat TIK untuk pendidikan, yaitu: berfungsi sebagai enabler untuk pembelajaran seumur hidup, membawa perubahan peran guru dalam mengajar dan peran siswa dalam belajar, menyediakan akses terbuka terhadap materi dan informasi interaktif melalui jaringan, menghilangkan kendala waktu dan ruang dalam lingkungan belaja,; mendukung organisasi dan manajemen pembelajaran dan pendidikan; dan membuka peluang kolaborasi antar-guru dan antar-siswa.
Untuk mewujudkan masyarakat berbasis pengetahuan diperlukan upaya-upaya, yaitu: memastikan bahwa setiap orang mampu memperoleh kompetensi TIK dan mengembangkan kompetensi kunci lain melalui TIK untuk berpartisipasi dalam masyarakat, menetapkan tujuan pembelajaran bagi emansipasi dan pemberdayaan, dan meningkatkan literasi TIK sebagai bagian berkelanjutan dari pembelajaran seumur hidup. Proses internalisasi nilai dalam pembelajaran TIK dapat ditranformasikan dengan melakukan pembudayaan di lingkungan sekolah dengan mengintegrasikan pendidikan nilai dalam bahan ajar sehingga pembiasaan, penugasan, dan keteladanan menjadi bagian yang integral, holistik, yang secara terus menerus menjadi bagian yang dipelajari, dipahami, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator-indikator yang harus dikembangkan adalah:
1. Indikator Akses. Akses ke teknologi di sekolah dampak proyek dalam kaitannya dengan belajar siswa dan hasil penting lainnya. Indikator akses tersebut antara lain:
- ketersediaan daya listrik
- ketersediaan tenaga listrik alternatif
jumlah dan jenis perangkat TIK, jumlah perangkat yang berfungsi, dan jumlah pengguna per perangkat
- tipe koneksi internet, dan jumlah perangkat yang terhubung
- prosentase siswa menggunakan komputer sekolah per minggu, dan jumlah jam penggunaan komputer.
 2. Indikator Output Indikator output dapat dinilai dari perubahan dalam praktek pengajaran dan perilaku belajar yang mengandalkan teknologi atau yang memenuhi tujuan teknologi dan didukung pengembangan profesional. Indikator output tersebut antara lain:
✓ siswa menggunakan sumber daya perangkat lunak pendidikan
✓ siswa terlibat dalam teknologi, didukung oleh kegiatan kolaboratif dengan siswa lain di kelasnya, dengan siswa di kelas lain, dan dengan siswa di sekolah atau negara lain
✓ siswa melakukan penelitian independen, menulis laporan, dan membuat presentasi  
✓ guru menampilkan kurikulum yang berhubungan dengan sumber daya (misalnya, video, simulasi) untuk kelas - guru mencari, menemukan, dan meng gunakan rencana pelajaran atau sumberdaya lainnya di DVD, server sekolah, atau internet- guru menggunakan teknologi (misalnya, email, blog, SMS) untuk berkomunikasi dengan guru lain.
3. Indikator Dampak; Indikator dampak (hasil) di bidang proyek teknologi pendidikan seringkali sama dengan indikator dampak yang digunakan untuk mengevaluasi proyek-proyek pendidikan yang tidak menggunakan teknologi.
Dalam konteks Indonesia, langkah strategis yang lebih rinci dikemukakan oleh Kwarta Adimphrana (2011:5-22) bahwa kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berupa Sekolah Berbasis TIK diharapkan dapat menunjang inovasi pembelajaran yang menghasilkan peningkatan mutu proses pembelajaran dan bermuara pada peningkatan mutu lulusan.
G. Beberapa Penelitian yang Relevan dan Data mengenai Evaluasi ICT
Kebijakan untuk memungkinkan pemantauan kebijakan  data perlu sebanding untuk memungkinkan untuk saling belajar antara negara-negara. Pada prinsipnya adalah mungkin untuk potensi kelompok Sumber dan instrumen untuk menilai efek ICT dibanding Tingkat dalam tiga kategori yang berbeda:
✓ Data yang dikumpulkan oleh internasional badan-badan (Eurostat, Bank Dunia, Unesco, OECD)
✓ Survei internasional, (seperti PISA, TIMSS, PIRLS, SITUS, Talis);
✓ Studi tematik (misalnya 'Studi Dampak teknologi didasar' sekolah  (LANGKAH) 2009,  yang dilakukan oleh Eropa Schoolnet dan Empirica untuk Komisi Eropa).
Data yang dikumpulkan oleh internasional badan-badan mungkin berperan dalam memberikan konteks untuk efek ICT dalam pendidikan. Efek harus selalu berhubungan dengan konteks yang terjadi. Dalam hal ini, beberapa badan-badan internasional mengumpulkan informasi tentang infrastruktur ICT. OECD, misalnya, menerbitkan prospek Komunikasi dan Prospek teknologi informasi setiap dua tahun. Yang berhubungan dengan banyak informasi tentang ketersediaan Internet dan infrastruktur serta dinamika di industri tersedia barang-barang IT. Beberapa organisasi di Eropa juga menyediakan baik jumlah statistik melalui informasi survei statistik masyarakat (ISS). ISS dilakukan dalam dua survei utama yang berkaitan dengan 'penggunaan ICT di perusahaan-perusahaan' dan 'penggunaan ICT di rumah tangga dan individu. Angka dapat diperoleh dengan dampak negatif  dari umur, kelompok  jenis kelamin, tingkat pendidikan,kerja situasi dan daerah. Namun, informasi yang diberikan terbatas. Dalam hal e-skill, misalnya, hanya mungkin untuk mendapatkan persentase orang yang melaporkan telah melakukan tugas-tugas dari jenis 'memasang perangkat baru' atau 'menulis sebuah program komputer' dalam tiga bulan terakhir, di tahun lalu atau tidak pernah. Survei ini terutama diarahkan untuk penilaian ICT dan penggunaan Internet dan tentunya batasan untuk pendidikan. Penggunaan ICT di perusahaan-perusahaan' survei hanya mengambil informasi tentang apa yang disebut 'sektor inti'dari ekonomi, yang berarti bahwa pelayanan seperti pendidikan tidak tercakup oleh survei. ISS, oleh karena itu, dapat digunakan untuk memberikan gambaran dari konteks di mana efek dari ICT dalam pendidikan dapat dinilai tapi akan perlu diadaptasi untuk Memungkinkan studi efek ICT dalam pendidikan.
Studi tentang pendidikan pada tingkat banding yang  oleh Dilakukan OECD dan IEA secara teratur. Fokus utama mereka adalah penilaian. Pada prestasi siswa yang Kompetensi berbeda:membaca, matematika dan ilmu pengetahuan. Ini lebih menyibukkan diri dengan penyelidikan  ICT penggunaan dalam pendidikan. PISA mungkin adalah survei yang paling terkenal dari jenis ini. Ini memiliki dampak politik yang penting dan hasil dalam PISA digunakan dalam OMC untuk memantau kemajuan menuju tujuan Lisbon (persentase pembaca berketerampilan rendah digunakan  salah satu yang disepakati oleh Dewan pada tahun 2002). PISA memiliki cspesifik modul pada ICT. Modul tersebut terdapat perubahan di masing-masing tiga periode (2000, 2003, 2006) dan kemungkinan memiliki versi yang berbeda pada tahun 2009. Ia berusaha untuk mengumpulkan informasi dari anak berusia 15 tahun (target PISA) menggunakan komputer dan kemampuan mereka untuk melakukan tugas-tugas tertentu dengan menggunakan komputer. Pada tahun 2004, OECD menerbitkan laporan spesifi hasil data PISA dan ICT: Apakah siswa siap untuk menghadapi telnologi ? namun, hasil terebut tidak memiliki informasi tentang bagaimana komputer telah digunakan dan dengan cara apa karena keterbatasan kuesioner modul ICT. TIMSS dan PIRLS, dilakukan di bawah naungan  Internasional Asosiasi untuk Evaluasi Pendidikan (IEA), juga memiliki spesifik informasi tentang penggunaan ICT. Dalam TIMSS, misalnya, informasi tentang penggunaan ICT terkait dengan subjek, dan oleh karena itu, lebih mungkin untuk mengeksplorasi dampak dari  pendidikan penggunaan ICT pada kinerja siswa. Tapi kami tidak memiliki informasi tentang bagaimana komputer telah digunakan.
Dalam hal studi tematik, Ada sejumlah inisiatif mencari secara spesifik hasil dari aspek ICT dalam pendidikan. Empirica (2006), dalam penelitian tersebut yang dibiayai oleh komisi Eropa, mengeksplorasi akses dan penggunaan ICT di sekolah-sekolah Eropa pada tahun 2006. Hal ini menyajikan informasi untuk 25 Anggota Uni Eropa Serikat, Norwegia dan Islandia, tetapi tidak melihat ke hasil siswa sehingga tidak mungkin untuk mempelajari aspek penting dari dampak ICT. Penelitian lain yang relevan adalah SITUS, yang, seperti TIMSS, berada di bawah naungan IEA. Survei mengeksplorasi penggunaan komputer dalam mengajar melalui guru sampling, kepala sekolah dan tanggung jawab ICT di sekolah-sekolah. Hal tersebut tidak melihat ke pada prestasi siswa tetapi melihat dari apa dampak yang dirasakan siswa terhadapa ICT dari perspektif guru.

H. Dampak ICT dalam pendidikan
Balanskat et al. (2006) meninjau beberapa studi tentang dampak ICT di sekolah-sekolah di Eropa. Mereka menyimpulkan Bahwa bukti langka dan komparabilitas terbatas. Setiap penelitian menggunakan metodologi yang berbeda dan pendekatan, dan perbandingan antar negara harus dilakukan dengan hati-hati. Trucano (2005) juga mengkaji serangkaian studi tentang dampak ICT di sekolah-sekolah. Dia juga menyimpulkan bahwa dampak penggunaan ICT pada hasil belajar tidak jelas dan panggilan untuk kebutuhan lebih yang secara luas 'metodologi dan indikator  diterima untuk menilai dampak dari pendidikan' (Trucano, 2005, hal. 1). Dalam  yang garis sama, Cox dan Marshall (2007) Menunjukkan bahwa studi dan indikator ICT tidak relevan efek suara. Mereka mempertahankan bahwa ini berkaitan terutama untuk tiga aspek:
1. Menentang pandangan tentang ICT dan pendidikan;
2. Perspektif yang berbeda tentang / hasil untuk inovasi dalam pembelajaran konteks pembelajaran;
3. Hilang strategi perencanaan untuk pendidikan
Pendekatan dalam mengevaluasi ICT dalam pendidikan hanya terfokus pada beberapa aspek, seperti input, pemanfaatan dan hasil / dampak.  Dengan menggunakan indikator, mereka dapat  bagaimana cara untuk menilai input (misalnya moneter, infrastruktur, sumber daya) berkaitan dengan dampak. Model ini mungkin berlaku untuk beberapa tujuan, tetapi terlalu pendek untuk menilai integrasi ICT dalam kebijakan dan kurikulum, terutama karena mereka sering menggunakan snapshot, satu waktu dan satu pendekatan tingkat. Selanjutnya, evaluasi  berbeda setiap negara yang dalam proses implementasi dan menganalisis perubahan  budaya dalam sistem sekolah pada mikro tingkat (murid) serta di meso (sekolah) dan makro  kurikulum / (target pencapaian) tingkat. Oleh karena itu, konseptual kerja yang diperlukan untuk melihat ke dalam berbagai dimensi penggunaan ICT dan mendiskusikan kemungkinan  mengukur untuk efek dari penggunaan media elektronik dalam pendidikan. Orientasi tersebut bertujuan membangun kerangka kerja untuk melihat domain yang relevan dan saling ketergantungan antara komponen yang terkait dengan ICT dalam proses pendidikan dari perspektif holistik. Makalah ini memberikan upaya pertama pada pendekatan yang inovatif untuk mempelajari dampak dari inovasi TIK / ICT dalam pembelajaran.
Beberapa dampak positif dari Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam bidang pendidikan, antara lain:
1. Informasi yang dibutuhkan akan semakin cepat dan mudah di akses untuk kepentingan pendidikan.
2. Inovasi dalam pembelajaran semakin berkembang dengan adanya inovasi e-learning yang semakin memudahkan proses pendidikan.
3. Kemajuan TIK juga akan memungkinkan berkembangnya kelas virtual atau kelas yang berbasis teleconference yang tidak mengharuskan sang pendidik dan peserta didik berada dalam satu ruangan.
4. Sistem administrasi pada sebuah lembaga pendidikan akan semakin mudah dan lancar karena penerapan sistem TIK.
5. Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan.
6. Munculnya metode-metode pembelajaran yang baru, yang memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi terciptalah metode-metode baru yang membuat siswa mampu memahami materi-materi yang abstrak, karena materi tersebut dengan bantuan teknologi bisa dibuat abstrak.
7. Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka. Dengan kemajuan teknologi proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa dengan guru, tetapi bisa juga menggunakan jasa pos, internet dan lain-lain.
8. Mengurangi ketertinggalan dalam pemanfaatan TIK dalam pendidikan dibandingkan dengan negara berkembang dan negara maju lainnya.
9. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pengembangan dan pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari Teknologi Informasi da Komunikasi dalam bidang pendidikan antara lain:
1. Kemajuan TIK juga akan semakin mempermudah terjadinya pelanggaran terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) karena semakin mudahnya mengakses data menyebabkan orang yang bersifat plagiatis akan melakukan kecurangan.
2. Walaupun sistem administrasi suatu lembaga pendidikan bagaikan sebuah sistem tanpa celah, akan tetapi jika terjadi suatu kecerobohan dalam menjalankan sistem tersebut akan berakibat fatal.
3. Salah satu dampak negatif televisi adalah melatih anak untuk berpikir pendek dan bertahan berkonsentrasi dalam waktu yang singkat (short span of attention).
4. Kerahasiaan alat tes semakin terancam Program tes inteligensi seperti tes Raven, Differential Aptitudes Test dapat diakses melalui compact disk. Implikasi dan permasalahan ini adalah tes psikologi yang ada akan mudah sekali bocor, dan pengembangan tes psikologi harus berpacu dengan kecepatan pembocoran melalui internet tersebut.
5. Penyalahgunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindakan kriminal. Kita tahu bahwa kemajuan di bidang pendidikan juga mencetak generasi yang e-book berpengetahuan tinggi tetapi mempunyai moral yang rendah. Contohnya dengan ilmu computer yang tinggi maka orang akan berusaha menerobos system perbangkan dan lain-lain.
6. Tidak menjadikan TIK sebagai media atau sarana satu-satunya dalam pembelajaran, misalnya kita tidak hanya mendownload, tetapi masih tetap membeli buku-buku cetak, tidak hanya berkunjung ke digital library, namun juga masih berkunjung ke perpustakaan.
Sebuah pendekatan yang kuat untuk mempelajari tingkat integrasi ICT dalam pendidikan yang menggunakan indikator tersebut dalam perkembangan model  integrasi ICT dalam pendidikan. Model ini mencoba untuk menggambarkan potensi fase berturut-turut dimana guru dan siswa secara bertahap mengadopsi dan menggunakan ICT. Misalnya,untuk konteks sekolah, pendidikan  tingkat teknologi penerapan(Loti) diusulkan oleh Moersch (1995) diidentifikasi terdapat tujuh teknologi tingkat implementasi di sekolah: (a) tidak ada gunanya atau no use, (b) kesadaran, (c) eksplorasi, (d) infus, (e) integrasi, (f) perluasan dan (g) perbaikan
Model lain, dari Apple Class of Tomorrow (ACOT) proyek penelitian 10 tahun, diidentifikasi lima fase integrasi teknologi ke sekolah-sekolah (lihat Dwyer et al., 1991). Fase ini, seperti yang dijelaskan oleh  yang lebih laporan baru pada teknologi sekolah dan kesiapan disiapkan oleh CEO Forum Pendidikan dan Teknologi (CEO, 1999, hal 14.); adalah: masuk, adopsi, adaptasi, perampasan dan penemuan. Model ini berfokus pada apa yang guru dan murid benar-benar lakukan ketika mereka menggunakan TIK di sekolah-sekolah, suatu yang pendekatan 'indikator' berkaitan dengan hanya dalam cara yang terbatas (misalnya,indikator pemanfaatan umum adalah 'rata-rata jam mingguan penggunaan untuk mengajar' ). Model di atas, bila digunakan dalam kombinasi dengan indikator seperti yang dijelaskan sebelumnya, mungkin menawarkan hasil lebih banyak penjelasan mengenai integrasi ICT dalam pendidikan. Mereka mungkin juga menawarkan dasar yang lebih kokoh untuk mengembangkan model dan instrumen lainnya untuk mempelajari kapasitas sistem pendidikan untuk menyerap pedagogik yang terkait dengan inovasi TIK. Misalnya, meninjau integrasi teknologi di atas fase dalam kaitannya dengan didefinisikan sebagai yang terkait dengan TIK inovasi pedagogik di sekolah-sekolah, salah satu dapat mengidentifikasi model ACOT fase untuk 'apropriasi' dan 'penemuan' seperti menawarkan  potensi menjanjikan untuk difusi dari pedagogik inovasi yang terkait dengan TIK di sekolah-sekolah.
Upaya yang lebih baru untuk menggunakan indikator dalam model integrasi ICT dalam pendidikan dibuat  konteks dalam proyek yang dilakukan oleh Unesco Institut Teknologi Informasi pada tahun 2001. 'Matriks Morel', yang diadopsi sebagai instrumen untuk mengevaluasi sejauh mana ICT telah terintegrasi dalam sistem pendidikan,didasarkan pada asumsi bahwa proses ini berlangsung melalui empat tahap berurutan berbeda: (a) muncul, (b) menerapkan, (c) mengintegrasikan dan (d) transformasi. Unesco telah dikembangkan lebih lanjut pendekatan ini untuk membantu sekolah-sekolah menentukan panggung mereka kemajuan dalam mengimplementasikan ICT. Variasi dari matriks telah digunakan dalam studi banding  ICT pelaksanaan di berbagai tingkat pendidikan (lihat Unesco, 2003). Seperti dengan model ACOT, transisi dari satu fase implementasi ICT yang lain dalam matriks di atas mengandalkan munculnya  penyebaran dan beberapa jenis inovasi
Sebuah versi baru dari pendekatan yang fokus pada apa yang guru dan murid benar-benar lakukan ketika mereka menggunakan TIK di sekolah-sekolah. Model ini digunaan dalam evaluasi yang dijadikan sebagai indikator. kombinasi dengan pendekatan indikator,ini mungkin menawarkan hasil tenaga lebih jelas mengenai integrasi ICT dalam pendidikan. Mereka mungkin juga menawarkan dasar yang lebih kokoh untuk mengembangkan model dan instrumen lainnya untuk mempelajari kapasitaspendidikan sistem untuk menyerap yang terkait dengan inovasi pedagogik TIK.
Selain tahapan yang berbeda, ada beberapa tingkatan yang harus dipertimbangkan ketika mempelajari efek dari ICT. Indikator dan penekanan domain  dapatbervariasi tergantung pada  tingkat pertimbangan : makro, meso dan tingkat mikro. Tingkat makro mengacu aspek di tingkat tertinggi agregasi. Pada tingkat ini indikator akan mengacu pada global karakteristik sosial ekonomi atau nasional yang berkaitan dengan penggunaan dan Integrasi ICT dalam pendidikan. Tingkat mikro mengacu kepada individu; itu menggambarkan individu dalam penggunaan ICT. Ketiga tingkatan menentukan jenis indikator yang kita mungkin gunakan dalam setiap domain.
I. Kerangka konseptual
Collins menunjukkan bahwa 'penelitian kontribusi TIK untuk siswa berpikir dan bertindak keyakinan dan epistemologis dari komunitas riset.   Saat dilakukan meta-analisis pada ICT dan pencapaian menunjukkan bahwa paling bukti yang kuat penggunaan TIK dalam meningkatkan pembelajaran adalah dari orang-orang studi yang berfokus pada penggunaan spesifik ICT (Cox dan Marshall, 2007, hal. 60). Tujuan dari kerangka kerja konseptual harus memberikan orientasi untuk setiap jenis pengukuran yang dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan. Kerangka berfungsi sebagai dasar untuk pemodelan pendekatan penilaian yang tepat dan desain metodologi dan instrumen.
Kerangka konseptual bertindak sebagai referensi yang fleksibel dan mudah beradaptasi dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.Untuk mengambil contoh: jika kita ingin belajar teknologi memiliki dampak positif pada kinerja pendidikan,kerangka akan membantu kita untuk mengidentifikasi berbagai domain dalam konteks tertentu untuk melihat (seperti ketersediaan ICT dan perangkat yang digunakan, pedagogi diterapkan di mana subjek daerah, dll) dan kemungkinan perspektif untuk diperhitungkan (tingkat sekolah, tingkat individu, dll).
Sebuah kerangka konseptual selanjutnya dapat bertindak sebagai dasar  desain, untuk alat monitoring yang bertujuan untuk menginformasikan kebijakan pada tren yang muncul,dan efek  implikasinya terhadap pendidikan masa kini atau masa depan. Ketika menilai efek dari ICT dalam pendidikan,tersebut domain harus mencakup lengkap rentang  konstruksi analitis untuk dipelajari dalam konteks integrasi dan penggunaan ICT dalam pendidikan.
Idealnya, setiap domain harus eksklusif dan tidak tumpang tindih dengan domain lainnya. Berdasarkan tinjauan literatur dilakukan antara tahun 2007 dan 2008  berkaitan yang dengan proyek-proyek Eropa, studi kasus dan laporan penelitian, berikut enam blok dominan yang diidentifikasi dalam diskusi penelitian. Kebijakan: Dengan istilah ini kita memahami jenis strategi yang berkaitan dengan pelaksanaan ICT dan penggunaannya efektif. Ini bisa terjadi pada tingkat kebijakan nasional maupun di tingkat institusional, seperti di perguruan tinggi, sekolah, dll
1. Sumber: Domain ini mengacu pada infrastruktur TIK dalam hal perangkat keras, perangkat lunak, kapasitas jaringan dan jenis digital sumber daya yang digunakan untuk mengajar dan belajar.
2. Kurikulum: Dengan 'kurikulum' kita memahami tingkat integrasi ICT dalam kurikulum, termasuk  tentang kursus bagaimana menggunakan ICT secara efektif.
3. Organisasi: Istilah ini mengacu pada langkah-langkah organisasi untuk menerapkan ICT dan penggunaannya. Salah satu contoh adalah penggunaan konten /manajemen pembelajaran Sistem untuk pendidikan tujuan
4. praktik Pengajaran: Domain ini mencirikan penggunaan ICT untuk kegiatan mengajar,pedagogis,praktek  dll
5. Belajar: Seperti definisi yang telah dijabarkan, 'Belajar' berfokus pada penggunaan ICT oleh pelajar (siswa,dll).
Hal ini dimungkinkan untuk menggambarkan indikator yang menggambarkan keadaan domain dan yang bervariasi dari konteks ke konteks dan kasus ke kasus. Misalnya, dalam domain mengacu pada sumber daya, salah satu yang mungkin aspek untuk melihat akan 'ketersediaan ICT'. Seperti ditunjukkan di atas, spesifik Indikator untuk melihat di sini akan ditentukan sebagian oleh tingkat analisis (makro, meso atau mikro) yang akan dilakukan. Dengan demikian, pada tingkat makro, akan ada kemungkinan untuk menggunakan indikator seperti 'penetrasi broadband',  ICT 'ketersediaan di negara' atau 'persentase penjualan software pendidikan di negara antara lain. Pada meso, tingkat  indikator akan sedikit berbeda dan akan merujuk Cally spesifik untuk konteks sekolah (atau yang lain meso tingkat entitas yang akan menjadi fokus) . Dalam contoh kita, mungkin indikator akan mencakup 'kehadiran LAN di sekolah' atau 'persentase sekolah melaporkan memiliki perangkat lunak pendidikan'. Pada tingkat mikro, indikator akan merujuk kepada individu dalam kaitannya dengan Ketersediaan ICT, misalnya individu melaporkan memiliki perangkat lunak pendidikan di rumah
Setiap indicator yang berbeda akan memiliki tingkat tertentu yang akan menyarankan secara spesifik tahap kematangan ICT. Dengan demikian, dengan contoh, sumber daya TIK di sekolah mungkin telah mencapai tertentu tingkat yang akan memungkinkan untuk 'mengubah' panggung (katakanlah semua sekolah dinegara memiliki pasokan yang cukup dari alat ICT). Namun, indikator lain, misalnya yang berkaitan dengan kurikulum, mungkin tidak akan maju, atau memiliki tidak guru yang terlatih dalam pedagogis penggunaan  ICT. Indikator-indikator terbaru akan menunjukkan sebuah negara berkembang. Di bawah lingkup ini, kerangka memberikan gambaran holistik dari berbagai aspek yang terkait dengan ICT.
Penting untuk dicatat bahwayang berbeda indikator akan berbeda-beda tingkat dari agregasi  tergantung pada analisis bahwa kita akan ingin menarik dari itu . Kerangka kerja ini menyediakan pra-tahap untuk analisis, memungkinkan para pemangku kepentingan untuk melihat  aspek-aspek relevan yang dalam gambaran holistik sebelum analisis spesifik . Dengan demikian, pelaporan individu Jumlah komputer di rumah, misalnya, dapat dikumpulkan di tingkat nasional untuk menganalisis pola negara secara spesifik dalam kaitannya dengan menggunakan dan kepemilikan, atau dapat digunakan pada tingkat individu dan ICT oleh individu dalam kaitannya, misalnya,untuk usia mereka. Kerangka kami memungkinkan hasil analisis review dalam  'pemandangan yang lebih besar dari ICT' dalam pengaturan tertentu. Ini memfasilitasi pertimbangan aspek yang tidak spesifik diperhitungkan dalam  asli tingkat dari analisis, tetapi yang mungkin memainkan peran penting dalam memahami hasil.
J. Outlook
Kerangka konseptual adalah Alat yang penting untuk orientasi dan mengevaluasi keputusan kebijakan. Mereka menawarkan kebijakan dimensi untuk dipertimbangkan ketika mengevaluasi efektivitas intervensi kebijakan dan memberikan dasar untuk keputusan lebih lanjut. Kerangka disajikan dalam makalah ini membangun sebuah komprehensif model untuk analisis TIK dampak ke dalam proses pendidikan dari berbagai tingkatan dan perspektif. Ini menetapkan struktur yang sesuai pada indikator yang relevan. Kerangka kerja ini memperhitungkan berbagai tingkat analisis sehingga memungkinkan untuk diferensiasi dalam lingkup. Kerangka kerja ini lebih memperkenalkan berbagai tahap pelaksanaan. Hal ini memungkinkan para pembuat kebijakan untuk memperoleh pandangan holistik tentang perubahan kebijakan dan efek ini memiliki aktor yang berbeda dalam sistem pendidikan. Sebuah pandangan holistik merupakan aspek penting untuk evaluasi kebijakan karena dapat mengungkapkan kematangan implementasi kebijakan.
Secara singkat, maka diusulkan bahwa untuk memperdalam analisis kita tentang dampak ICT pada pendidikan,  perlu Kita mengalihkan perhatian kita dari teknologi untuk proses dan keterampilan guru dan peserta didik saat ini. Ini akan memungkinkan kita untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi kondisi dan faktor-faktor yang membentuk cara ICT digunakan dalam pendidikan. Di bawah perspektif ini, kita perlu beralih dari pendekatan yang secara eksklusif memantau tingkat makro aspek untuk model terpadu di mana tiga tingkat yang berbeda dianggap dalam hubungannya. Seperti  yang komprehensif pendekatan untuk mempelajari ICT efek dan dampaknya terhadap pendidikan perlu dipertimbangkan secara koheren. Kerangka yang diusulkan memungkinkan untuk integrasi pada tingkat yang berbeda dan jenis sumber data yang berbeda pula.
Hal ini penting untuk diingat bahwa tampaknya ada kebutuhan di luar pengamatan murni dan mengevaluasi lebih konkret konteks kelembagaan belajar (sekolah, universitas,dll), belajar situasi dan pengajaran Proses di mana situasi kegiatan berbasis ICT dapat meningkatkan kemampuan belajar dan meningkatkan keterampilan. Karena kompleksitas  terlibat yang dalam faktor pemetaan / variabel pada satu sama lain, evaluasi penyebab dampak diamati membutuhkan tingkat interpretasi kualitatif. Hal ini sangat dianjurkan bahwa pelaku terlibat dalam proses lingkup untuk evaluasi dan menginterpretasikan hasil.


sumber : Makalah kelompok 2 Matakuliah TIK {Mukarromah, Sabila Nur Masturah, Yatimatul Islamiyah, (Mahasiswa S2 PAUD Pasca Sarjana UNJ)}

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berbagai Studi Kasus tentang Pemanfaatan ICT dalam Pendidikan

Kepuasan Hidup dalam Perspektif Psikologi Positif

Usia; Bukan Tentang Angka, Tapi Tentang Guna