Analisis Psikologi Positif tentang buku CATATAN ICHIYO; Perempuan Miskin di Lembar Uang Jepang
CATATAN
ICHIYO
Perempuan Miskin di Lembar Uang
Jepang
BIODATA BUKU
Penulis : Rei Kimura
Judul Asli : A Note from Ichiyo
Penerjemah : Moch. Murdwinanto
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit : 2012
Halaman : vi + 280 + cover
SINOPSIS
BUKU
Pagi itu, Noriyoshi Higuchi berangkat ke sekolah dengan
melewati kebun bambu padahal ia diperintah orangtuanya untuk menghormati lahan
tetangga. Dan benar saja, ia ditegur seorang perempuan bernama Furuya Ayame.
Hari selanjutnya, Noriyoshi tidak melewati kebun bambu tersebut akan tetapi
suatu hari, ia merasa penasaran dengan perempuan yang beberapa hari lalu ia
temui. Furuya dan Noriyoshi akhirnya jatuh cinta tetapi tidak
direstui orangtua Furuya. Furuya dan Noriyoshi lalu memutuskan pergi ke kota
Edo setelah furuya ternyata hamildi luar nikah.
Setelah sampai di Edo, mereka menyewa sebuah rokryan murah
untuk bermalam dan berusaha mencari pekerjaan. Furuya mempunyai empat orang
anak, anak pertama bernama Fuji, anak kedua bernama Sentaro, anak ketiga
bernama Natsuko, dan anak keempat bernama Kuniko. Noriyosi bercita-cita untuk
memasuki tingkatan “Samurai”. Ketika posisi samurai telah diraih, Sentaro menderita
penyakit TBC sehingga harus menghabiskan uang banyak untuk berobat. Akhirnya
tabungan mereka habis.
Sejak kecil Natsuko sudah memiliki ketertarikan dengan dunia
sastra. Satu-satunya orang yang menyadari bakat Natsuko adalah ayahnya, dan
setiap hari Natsuko diajarkan sastra dan sajak klasik.Sejak kecil Natsuko
bercita-cita menjadi seorang penulis.Namun kakak serta ibu Natsuko kurang suka
dengan keinginan Natsuko untuk menjadi penulis, karena di masa itu anak
perempuan kurang dihargai dalam dunia sastra. Namun hal itu tidak mengendurkan
semangat Natsuko untuk terus maju.
Pada usia enam tahun Natsuko memulai debut awalnya
membacakan sajak di depan teman-teman ayahnya yang merupakan komunitas pencinta
sajak dan sastra. Setelah itu Natsuko makin giat untuk membaca buku-buku
sastra. Semasa hidupnya Natsuko tidak memiliki memiliki banyak teman, karena ia
dianggap terlalu kaku dan serius karena kegiatan sehari-harinya hanya membaca
buku.
Di sekolahnya, Natsuko mendapat teman bernama Masao, dengan
hobi yang sama pula yaitu membaca. Belum lama mereka berteman, Masao
pindah ke Hokkaido. Setelah Natsuko menjadi seorang penulis, ia mengubah
namanya menjadi Ichiyo. Tak lama kemudian, ayah Ichiyo, Noriyoshi ikut menyusul
kepergian Sentaro meninggalkan keluarga dan beban keluarga berada di pundak
Ichiyo, gadis yang masih berusia 17 tahun. Semenjak Noriyoshi meninggal, Ichiyo
dan keluarganya sering berpindah tempat tinggal. Mereka melakukan pekerjaan
berdagang, mencuci baju dan menjahit kimono orang lain demi mendapatkan makanan
paling sederhana, yaitu semangkuk nasi, sup misho siro, dan acar.
Ichiyo tetap didukung adiknya untuk menulis.
Agar novel pertamanya dimuat dalam majalah, Ichiyo mendekati
Nakarai Tosui dan sempat mengaguminya dan ia juga merupakan pria yang sangat
dicintai Natsuko. Namun kisah cintanya tidak berakhir bahagia.. Novel pertama
Ichiyo terbit akan tetapi uangnya belum cukup untuk menghidupi keluarganya. Di
tengah keterbatasannya, Ichiyo menemukan sebuah surat perjanjian hutang teman
ayahnya yang dulu meminjam uang kepada ayah Ichiyo sehingga uang itu dapat
digunakan untuk berpindah ke daerah mendekati kota. Lama kelamaan, novel Ichiyo
banyak terbit dan Ichiyo mempunyai banyak penggemar. Bahkan , kritikus paling
tajam sekalipun memberi komentar positif terhadap karya Ichiyo. Uang dari hasil
itu cukup untuk melunai hutang keluarga dan membantu memenuhi kebutuhan. Bahkan
para penggemar Ichiyo bersedia melunasi hutang-hutang keluarga Ichiyo. Lama
kelamaan, kondisi Ichiyo memburuk karena menderita penyakit TBC seperti
kakaknya dulu. Para penggemar Ichiyo khawatir dan mereka berdoa untuk kesehatan
Ichiyo akan tetapi akhirnya Ichiyo menghembuskan nafas terakhirnya saat ia
masih berusia 24 tahun.
Tapi meski telah meninggal ratusan tahun yang
lalu, Ichiyo Hoguchi masih terus memesona semua orang hingga hari ini. Sajak
dan novel-novelnya dibaca dan dihormati beratus-ratus tahun kemudian, dan
wajahnya sekarang diabadikan dalam mata uang kertas resmi 5000 yen Jepang,
sebuah penghormatan yang tak pernah diperoleh wanita Jepang mana pun.
Sesoerang mungkin saja mendengar prediksi aneh
adik Ichiyo, Kuniko, yang diucapkan dengan maksud bercanda, suatu siang yang
cerah 300 tahun lalu, “Kau akan menjadi terkenal, mungkin wajahmu akan
muncul dalam uang kertas Jepang suatu hari nanti, Ichiyo, dan kita tak akan
miskin lagi!”
Tawa Ichiyo menanggapi pernyataan muluk itu
menggema, keras dan jelas saat ia menjawab, “Teruslah bermimpi, tapi hanya
bermimpi ya, Kuni chan. Paling tidak itulah yang dapat kita lakukan terus
menerus, karena mimpi itu gratis!”. Tapi prediksi adik ichiyo dan janji ibunya saat
meninggalkan desa mereka saat kabur bersama ayahnya dulu bahwa anak
keturunannya akan membuat bangga keluarganya suatu hari nanti benar-benar telah
terwujud, karena Ichiyo benar-benar menjadi penulis perempuan yang sukses dan
dikenal hingga beratus-ratus tahun sejak kematiannya diusia sangat belia 24
tahun.
ANALISIS PSIKOLOGI POSITIF TENTANG
ICHIYO
Hidup yang dijalani oleh Natsuko Higuchi alias ichiyo
tidaklah mudah dan penuh tantangan, tapi ia berhasil melewatinya dengan tegar
dan banyak nilai positif yang bisa kita ambil, diantaranya :
1. Kepercayaan Diri
Ichiyo hidup di zaman meiji dimana perbedaan gender
atau diskriminasi status kaum perempuan yang kurang mendapat penghargaan.
Karena pada zaman itu, ada paham yang berlaku di masyarakat Jepang bahwa wanita
harus tinggal di rumah dan tugas wanita yaitu urusan rumah tangga dan merawat
anak sehingga anak perempuan dianggap kurang penting. Tapi ayah ichiyo terus
mendorong anaknya untuk mengembangkan bakatnya karena ia yakin bahwa kelak
anaknya akan mendapat tempat dalam sastra jepang. Karena dorongan ayahnya
inilah ichiyo memiliki keprcayaan diri yang hebat meskipun ia hidup dalam
kemiskinan dan penderitaan yang seakan tiada akhir.
Selain itu kepercayaa diri Ichiyo terlihat saat ia
menang dalam kompetisi puisi dan hadir dalam penganugrahan hadiah karena merasa
malu tidak memiliki pakaian bagus untuk menghadiri acara megah tersebut,
akhirnya ia menyembunyikan kegelisahan dan keresahannya agar tidak mengecewakan
ayahnya. Walau dengan memakai kimono bekasnya, bakat Ichiyo diakui dan dihargai
oleh para juri dan teman-teman sekelasnya.
2. Penyesuaian Diri dan Kerja Keras
Perjuangan Ichiyo dalam menghadapi kemiskinan yang
melanda keluarganya dan perjalanan panjang menuju pengakuan dan kesuksesan
dalam berkarya agar mendapatkan hak dan dihargai masyarakat. Setelah harapan
Ichiyo agar direkomendasikan menjadi
guru tetap tidak tercapai, maka Ichiyo dan keluarganya berhenti mempertahankan
gaya hidup “terhormat” ala keluarga samurai demi keuangan keluarga dan
mereka pun melakukan pekerjaan seperti menjahit dan mencuci.
3. Harapan
Perjuangan Ichiyo dalam berkarya yang tak kenal lelah
dan menulis tanpa henti. Tanpa cukup istirahat sampai kehabisan tenaga untuk
berjuang supaya mendapatkan hak dan dihargai masyarakat. Meskipun telah menulis
sekian lama ichiyo masih kesulitan mempublikasikan karya pertamanya karena
kemiskinan dan tidak adanya relasinya yang berpengaruh, tapi ichiyo tidak
menyerah lalu berhenti. Ia terus menulis dan terus mengusahakan agar tulisannya
dimuat atau diterbitkan. Hal ini dilakukannya karena ichiyo terus memupuk
harapan yang dimilikinya tak peduli sekecil apapun kemungkinan impiannya
terwujud. Sehingga dapat kita ambil pelajaran dari kisah ichiyo ini bahwa tak
peduli sesusah apapun hidup kita dan sebegitu mustahilnya mimpi kita dimata
orang lain, selagi kita punya harapan dan memperjuangkannya, kelak impian kita
akan terwujud.
4. Disiplin
Ichiyo selalu membiasakan untuk rutin membaca dan giat
menulis. Ia bisa membaca dan menulis berjam-jam setiap hari. Waktunya lebih
banyak digunakan untuk menulis ketimbang istirahat maupun bersantai.
Kedisiplinan inilah yang membuat karya ichiyo begitu bagus dania berhasil
menulis banyak tulisan legendaris hingga usianya 25 tahun tersebut. Hal ini
menyadarkan kita bahwa bakat sehebat apapun tanpa kegigihan dan kedisiplinan
untuk mengembangkannya akan tetap terpendam.
5. Rasa Syukur
Meski pada penghujung hidupnya ichiyo telah menjadi
penulis terkenal dan banyak karyanya telah diterbitkan. Tapi ia dan keluarganya
tetap hidup dalam kesederhanaan. Maka seperti itulah ichiyo bersyukur, meski
telah terkenal ia tidak sombong, tetap sederhana bahkan dalam upacara
pemakamannya tetap diadakan dalam suasana sangat sederhana.
“Teruslah bermimpi,
paling tidak, itulah yang dapat kita lakukan
terus menerus,
karena mimpi itu gratis!” (Ichiyo Higuchi)
NB : ah, aku
begitu terinspirasi dengan semangat menulis dan kesederhanaan ichiyo dalam
hidup dan mencintai. Aku salut pada
ketetapan hatinya mempertahankan gaya tulisannya disaat banyak penulis
yang mengkritik tulisan dan karyanya. Lihatlah, ia perempuan miskin jepang yang
hidup dalam keterbatasan, tapi semangat dan kerja kerasnya telah membawa wanita
mendapat posisi terhormat di jepang.
Komentar
Posting Komentar